Pengantar
Islam adalah agama yang penuh rahmat dan kemudahan. Dalam keadaan sakit atau darurat, syariat memberikan rukhshah (keringanan) dalam pelaksanaan ibadah, termasuk shalat. Meskipun kondisi sulit, shalat tidak gugur, namun caranya dapat disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
Allah ﷻ berfirman:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kemampuanmu (QS. At-Taghābun: 16)
Tata Cara Shalat Orang Sakit
Orang sakit wajib tetap melaksanakan shalat sesuai kemampuannya, dimulai dari yang paling sempurna:
1. Shalat Berdiri
Jika masih mampu berdiri, maka tetap wajib berdiri sebagaimana sabda Nabi ﷺ kepada ‘Imran bin Hushain رضي الله عنه:
صَلِّ قَائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَىٰ جَنْبٍ
Shalatlah dengan berdiri, jika tidak mampu maka duduk, dan jika tidak mampu maka berbaring di atas sisi badanmu (HR. Al-Bukhārī)
2. Shalat Duduk
Jika tidak mampu berdiri, boleh shalat duduk. Posisi duduk bisa iftirasy atau bersila, sesuai kenyamanan.
3. Shalat Berbaring
Jika duduk pun tidak mampu, maka shalat dilakukan dengan berbaring miring menghadap kiblat, dan isyarat dengan kepala saat rukuk dan sujud.
4. Shalat Isyarat Mata
Jika tidak mampu bergerak sama sekali, maka cukup dengan isyarat mata atau hati, dan tetap wajib dalam waktu.
Shalat di Kendaraan
Shalat di atas kendaraan dibolehkan jika:
-
Dalam safar
-
Dalam kondisi sulit untuk turun
-
Untuk shalat sunnah (secara mutlak)
-
Untuk shalat fardhu hanya jika tidak memungkinkan turun
Dari Jabir bin Abdillah رضي الله عنه:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يُصَلِّي عَلَىٰ رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ بِهِ، يُومِئُ إِيمَاءً، وَكَانَ يُصَلِّي عَلَيْهَا الْوِتْرَ، وَلَكِنْ لَا يُصَلِّي عَلَيْهَا الْمَكْتُوبَةَ
Rasulullah ﷺ biasa shalat di atas kendaraannya ke mana pun ia menghadap, beliau berisyarat saja, dan shalat witir di atasnya, tetapi tidak shalat fardhu di atas kendaraan itu. (HR. Al-Bukhārī)
Jika harus menunaikan shalat fardhu di kendaraan, maka tetap menghadap kiblat jika mampu, dan melakukan semampunya.
Shalat Saat Perang dan Keadaan Genting
Islam tetap mewajibkan shalat walau dalam kondisi takut, perang, atau genting, tetapi dengan tata cara khusus yang disebut Shalat Khauf (shalat dalam ketakutan/perang).
Allah ﷻ berfirman:
وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌۭ مِّنْهُم مَّعَكَ وَلْيَأْخُذُوٓا۟ أَسْلِحَتَهُمْ
Dan apabila engkau (Muhammad) berada di tengah-tengah mereka lalu hendak mendirikan shalat bersama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) bersamamu dan hendaklah mereka membawa senjata mereka (QS. An-Nisā’: 102)
Bentuk-bentuk shalat dalam kondisi khauf:
-
Shalat bergantian dalam dua kelompok
-
Shalat dengan isyarat jika tidak aman
-
Mengqashar atau menjama’ jika dalam safar dan keadaan genting
Rasulullah ﷺ dan para sahabat pernah menunaikan shalat dalam barisan pertempuran dengan cara khusus yang dijelaskan dalam banyak hadits sahih.
Penutup
Shalat tetap wajib dalam kondisi apapun, tetapi pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan dan situasi. Inilah bukti bahwa Islam tidak memberatkan, tapi juga tidak menggugurkan kewajiban tanpa alasan syar’i. Maka dalam kondisi sakit, di kendaraan, atau saat genting sekalipun—jangan tinggalkan shalat.
Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat, B.A., Lc
![]() |
|