Pengertian Air Suci dan Menyucikan
Dalam Islam, thaharah (bersuci) adalah syarat sahnya banyak ibadah seperti shalat. Maka, penting untuk memahami jenis-jenis air yang boleh digunakan untuk bersuci. Secara umum, air yang digunakan untuk bersuci haruslah air yang suci dan menyucikan, yaitu air yang tidak tercampur dengan najis dan masih dalam keadaan alami.
Allah ﷻ berfirman:
وَأَنزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا
“Dan Kami turunkan dari langit air yang suci (ṭahūr)” (QS. Al-Furqan: 48)
Kata ṭahūrًا menunjukkan bahwa air tersebut bukan hanya suci, tetapi juga menyucikan, yaitu dapat mengangkat hadas dan menghilangkan najis.
Air Mutlak dan Syaratnya
Air mutlak adalah air yang turun dari langit atau keluar dari bumi dan masih dalam keadaan asli tanpa tercampur benda lain yang mengubah sifat utamanya (warna, rasa, atau bau). Air ini mencakup:
-
Air hujan
-
Air sumur
-
Air laut
-
Air sungai
-
Air salju dan embun
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, Rasulullah ﷺ bersabda:
هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ، الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
“Air laut itu suci menyucikan, dan bangkainya halal.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi; shahih: Syaikh Al-Albani)
Pembagian Air
1. Air Suci dan Menyucikan (الطَّاهِرُ الْمُطَهِّرُ – ṭāhur)
Ini adalah air mutlak, yang bisa digunakan untuk bersuci seperti wudhu dan mandi wajib. Selama tidak berubah salah satu sifatnya karena najis, maka tetap suci dan menyucikan.
2. Air Suci Tapi Tidak Menyucikan (الطَّاهِرُ غَيْرُ الْمُطَهِّرِ – ṭāhir ghairu muṭahhir)
Ini adalah air yang asalnya suci, tetapi tidak bisa dipakai untuk bersuci karena bercampur dengan benda suci lain yang mengubah salah satu sifat utamanya. Contoh: air teh, air kopi, air mawar yang kental.
Air ini tidak najis, tetapi tidak sah untuk berwudhu atau mandi wajib.
3. Air Najis (النَّجِسُ)
Air ini adalah air yang terkena najis dan berubah sifatnya (warna, bau, atau rasa) karena najis. Tidak boleh digunakan untuk bersuci.
Jika air tersebut kurang dari dua qullah dan terkena najis, maka dihukumi najis walaupun tidak berubah sifatnya.
Dari Abdullah bin Umar رضي الله عنهما, Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ
“Jika air mencapai dua qullah, maka tidak mengandung najis.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i; shahih: Syaikh Al-Albani)
Hukum Air Sedikit dan Banyak (Qullatain)
Qullatain adalah ukuran minimal air yang tidak najis kecuali jika berubah sifatnya karena najis. Dalam ukuran modern, dua qullah setara dengan sekitar 216 liter (menurut pendapat kuat dalam madzhab Syafi’i).
-
Air kurang dari qullatain: najis bila terkena najis, walaupun tidak berubah sifatnya.
-
Air sebanyak qullatain atau lebih: tidak najis kecuali berubah sifatnya karena najis.
Perubahan Sifat Air
Jika air berubah warna, bau, atau rasa karena najis, maka hukumnya najis dan tidak boleh dipakai untuk bersuci. Namun jika perubahan karena benda suci, seperti dedaunan yang jatuh atau tanah, maka tetap suci selama tidak dominan merubah sifat air.
Ulama membagi perubahan ini menjadi tiga:
-
Perubahan karena najis → Air menjadi najis
-
Perubahan karena benda suci → Air tetap suci jika tidak dominan
-
Perubahan karena lama diam (air basi) → Tetap suci dan menyucikan
Penutup
Mengetahui hukum air dan jenis-jenisnya adalah fondasi penting dalam ibadah. Seorang Muslim dituntut untuk menjaga kesucian diri dan ibadahnya dengan memastikan bahwa air yang digunakan sesuai syariat. Fiqih Thaharah tidak hanya mengajarkan kebersihan lahir, tetapi juga kedisiplinan dalam menegakkan sunnah dan menjaga kesucian ibadah.
Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat, B.A., Lc
![]() |
|