Syarat Wajib Zakat

1. Islam, Merdeka, Baligh, dan Berakal

Syarat pertama dan paling mendasar bagi kewajiban zakat adalah Islam. Zakat tidak diwajibkan atas orang kafir karena ibadah ini merupakan salah satu rukun Islam. Dalam hadits dari Ibnu ‘Umar رضي الله عنهما, Rasulullah ﷺ bersabda:

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ، وَحَجِّ الْبَيْتِ

“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan haji ke Baitullah.” (HR. Al-Bukhārī dan Muslim)

Selain itu, syarat lain adalah merdeka (bukan budak), baligh (dewasa), dan berakal. Mayoritas ulama berpendapat bahwa anak kecil dan orang gila tidak diwajibkan zakat kecuali jika hartanya mencapai nishab, maka walinya wajib mengeluarkannya. Dalam riwayat dari ‘Amrah binti ‘Abdurrahman, Aisyah رضي الله عنها berkata:

أَدُّوا الزَّكَاةَ عَنْ أَمْوَالِ الْيَتَامَى وَلَا تَأْكُلُوهَا سُفُهًا وَعِجَالًا أَنْ يَكْبَرُوا

“Tunaikanlah zakat dari harta anak yatim, dan jangan kalian makan (harta mereka) dengan cara yang buruk sebelum mereka dewasa.” (Diriwayatkan oleh Mālik dalam Al-Muwaṭṭa’, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Irwā’ul Ghalīl)


2. Kepemilikan Sempurna (Al-Milk At-Tām)

Zakat hanya diwajibkan atas harta yang dimiliki secara penuh. Artinya, pemiliknya bebas mengelola, mengambil manfaat, dan tidak terhalang dari hak atas harta tersebut. Jika seseorang memiliki harta namun tidak dapat mengakses atau menggunakannya, maka belum wajib zakat atasnya.

Contohnya, harta warisan yang belum dibagikan secara resmi atau harta yang masih dalam sengketa, belum dikenai kewajiban zakat karena belum ada kepemilikan yang sempurna.


3. Harta yang Berkembang (An-Namā’)

Harta yang wajib dizakati adalah harta yang berpotensi bertambah, baik secara langsung (seperti hasil usaha, perdagangan, pertanian) maupun secara tidak langsung (seperti emas, perak, dan uang yang dapat dikembangkan).

Para ulama menyebutkan bahwa syarat zakat adalah adanya unsur an-namā’ (pertumbuhan) sebagaimana dalam kaidah:

كُلُّ مَالٍ يُرْجَى نَمَاؤُهُ فَفِيهِ الزَّكَاةُ

“Setiap harta yang berpotensi berkembang, maka di dalamnya ada kewajiban zakat.”


4. Mencapai Nishab

Nishab adalah batas minimal kepemilikan harta yang mewajibkan zakat. Jika harta seseorang belum mencapai nishab, maka tidak ada kewajiban zakat atasnya.

Contohnya:

  • Nishab emas: 85 gram

  • Nishab perak: 595 gram

  • Nishab hewan ternak dan hasil pertanian memiliki batas masing-masing

Rasulullah ﷺ bersabda:

لَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقٍ صَدَقَةٌ

“Tidak ada zakat pada perak yang kurang dari lima awāq.” (HR. Al-Bukhārī dan Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri رضي الله عنه)


5. Berlalu Satu Tahun (Haul)

Untuk jenis harta tertentu seperti emas, perak, uang, dan hewan ternak, zakat hanya wajib jika telah dimiliki selama satu tahun penuh (haul). Haul dihitung berdasarkan tahun hijriah.

Namun, haul tidak berlaku untuk hasil pertanian dan buah-buahan, karena zakatnya dikeluarkan saat panen. Allah ﷻ berfirman:

وَءَاتُوا۟ حَقَّهُۥ يَوْمَ حَصَادِهِۦ

“Dan tunaikanlah haknya (zakatnya) pada hari memetik hasilnya.” (QS. Al-An’ām: 141)


Kesimpulan

Zakat hanya diwajibkan bagi Muslim yang memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu berakal, baligh, merdeka, memiliki harta yang berkembang, mencapai nishab, dan haul (untuk jenis harta tertentu). Syarat-syarat ini menunjukkan bahwa zakat adalah kewajiban yang terukur dan adil, bukan beban yang memberatkan.

Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat, B.A., Lc

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Scroll to Top