Isra’ dan Mi’raj

Latar Belakang Peristiwa dan Kondisi Nabi ﷺ Saat Itu

Peristiwa Isra’ dan Mi’raj terjadi pada tahun ke-10 kenabian, tidak lama setelah wafatnya Abu Thalib dan Khadijah رضي الله عنها. Tahun tersebut dikenal sebagai ‘Aamul Huzn, karena kesedihan mendalam yang menimpa Nabi ﷺ akibat kehilangan dua pendukung utama dakwah beliau ﷺ.

Di tengah kesedihan yang mendalam itu, Allah ﷻ menganugerahkan kepada Nabi ﷺ perjalanan luar biasa yang menghibur hati beliau dan mengokohkan keimanan: peristiwa Isra’ dan Mi’raj.

Allah ﷻ berfirman:

 سُبْحَـٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًۭا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَى ٱلَّذِى بَـٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايَـٰتِنَآ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ 

Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat (QS. Al-Isra: 1)


Perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha

Isra’ adalah perjalanan malam Nabi Muhammad ﷺ dari Masjidil Haram di Makkah menuju Masjidil Aqsha di Palestina. Perjalanan ini dilakukan dengan kendaraan khusus dari surga yang disebut Buraq. Di Masjidil Aqsha, Nabi ﷺ menjadi imam shalat bagi para nabi terdahulu sebagai bentuk pengakuan atas kepemimpinan beliau ﷺ.


Naik ke Langit dan Dialog dengan Para Nabi

Setelah itu, Nabi ﷺ melakukan Mi’raj, yaitu perjalanan menembus langit-langit menuju Sidratul Muntaha. Dalam perjalanan ini, beliau ﷺ bertemu dengan para nabi:

  • Nabi Adam عليه السلام di langit pertama

  • Nabi Isa dan Yahya عليهما السلام di langit kedua

  • Nabi Yusuf عليه السلام di langit ketiga

  • Nabi Idris عليه السلام di langit keempat

  • Nabi Harun عليه السلام di langit kelima

  • Nabi Musa عليه السلام di langit keenam

  • Nabi Ibrahim عليه السلام di langit ketujuh

Dialog dengan para nabi ini memperlihatkan hubungan spiritual dan kesinambungan risalah tauhid yang dibawa oleh para nabi sebelumnya.


Penetapan Shalat Lima Waktu

Di atas langit tertinggi, Nabi ﷺ menerima perintah langsung dari Allah ﷻ untuk menunaikan shalat. Awalnya diwajibkan 50 kali sehari, namun atas saran Nabi Musa عليه السلام dan permintaan berulang Nabi ﷺ kepada Allah ﷻ, maka jumlahnya dikurangi hingga menjadi lima waktu dalam sehari semalam. Namun Allah ﷻ berfirman:

“هِيَ خَمْسٌ وَهِيَ خَمْسُونَ، لَا يُبَدَّلُ الْقَوْلُ لَدَيَّ”

“Itu lima (waktu) namun (pahalanya) tetap lima puluh. Keputusan-Ku tidak berubah.” (HR. Muslim dari Anas bin Malik رضي الله عنه)

Ini menunjukkan kemuliaan dan keutamaan shalat lima waktu yang tetap bernilai seperti lima puluh kali shalat.


Dampak Spiritual dan Kekuatan Iman setelah Isra’ dan Mi’raj

Peristiwa Isra’ dan Mi’raj merupakan ujian keimanan besar. Kaum musyrikin Makkah menertawakan dan mendustakan Nabi ﷺ, namun para sahabat yang beriman tetap teguh, terutama Abu Bakar Ash-Shiddiq رضي الله عنه yang berkata:

“إِن كَانَ قَالَهُ فَقَدْ صَدَقَ”

“Jika beliau ﷺ mengatakannya, maka sungguh beliau telah berkata benar.”

Sejak saat itu, beliau diberi gelar Ash-Shiddiq karena membenarkan peristiwa besar tersebut.

Isra’ dan Mi’raj menjadi penguat spiritual luar biasa, membuktikan kedudukan Nabi ﷺ sebagai rasul terakhir, serta mengokohkan keyakinan akan kehidupan akhirat.

Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat, B.A., Lc

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Scroll to Top