Pengantar
Tauhid Asma wa Sifat adalah bagian dari keimanan yang wajib diyakini setiap Muslim. Mengesakan Allah ﷻ dalam nama dan sifat-Nya berarti menetapkan apa yang Allah ﷻ tetapkan untuk diri-Nya, dan apa yang ditetapkan oleh Rasulullah ﷺ tanpa menyerupakannya dengan makhluk, tanpa menolak, mengubah makna, ataupun memikirkan bentuknya. Namun, banyak umat Islam yang tergelincir dalam bentuk penyimpangan pada bab ini, sehingga tanpa sadar terjatuh dalam syirik. Artikel ini akan membahas bentuk-bentuk syirik dalam Asma wa Sifat, serta bahayanya terhadap keimanan.
Syirik dalam Asma wa Sifat
Syirik dalam Asma wa Sifat terjadi ketika seseorang menyamakan sifat Allah ﷻ dengan makhluk-Nya, atau menolak sebagian nama dan sifat-Nya karena akal atau takwil yang menyimpang. Dua bentuk utama syirik dalam Asma wa Sifat adalah tasybih dan ta’thil.
1. Tasybih (تشبيه)
Tasybih adalah menyamakan sifat Allah ﷻ dengan sifat makhluk. Misalnya, mengatakan bahwa tangan Allah ﷻ seperti tangan manusia, atau mendeskripsikan istiwa’-Nya sebagaimana duduk manusia di atas kursi.
Allah ﷻ telah menegaskan bahwa Dia tidak menyerupai apapun:
لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ
Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat (QS. Asy-Syūrā: 11)
Imam Ahmad رحمه الله berkata:
نُؤْمِنُ بِهِ وَلَا نُشَبِّهُهُ، وَلَا نَقُولُ كَيْفَ
Kita mengimani sifat-sifat Allah ﷻ tanpa menyerupakan-Nya, dan tidak pula menanyakan ‘bagaimana’.
2. Ta’thil (تعطيل)
Ta’thil adalah menolak sebagian atau seluruh nama dan sifat Allah ﷻ, baik dengan cara mengingkari keberadaannya atau menafsirkannya dengan makna yang bertentangan dari dzahir ayat.
Contoh ta’thil:
-
Menolak sifat istiwa’ (bersemayam di atas ‘Arsy) dengan menakwilkannya menjadi “menguasai”.
-
Menolak sifat tangan Allah ﷻ karena takut diserupakan dengan makhluk.
Paham ini banyak dianut oleh kelompok Jahmiyyah dan Mu’tazilah, dan merupakan penyimpangan yang berbahaya karena menolak nash-nash Al-Qur’an dan hadits shahih.
3. Takyif dan Tamtsil
Selain tasybih dan ta’thil, terdapat dua bentuk penyimpangan lain yang sangat erat kaitannya, yaitu:
a. Takyif (تكييف)
Adalah mempertanyakan atau menetapkan bagaimana bentuk sifat Allah ﷻ. Misalnya berkata, “Bagaimana bentuk tangan Allah?” atau “Bagaimana Allah beristiwa’ di atas ‘Arsy?”
Padahal, sifat Allah ﷻ adalah perkara ghaib yang tidak bisa dijangkau akal. Imam Malik رحمه الله pernah ditanya tentang ayat:
ٱلرَّحْمَـٰنُ عَلَى ٱلْعَرْشِ ٱسْتَوَىٰ
Yang Maha Pemurah beristiwa’ di atas Arsy (QS. Ṭāhā: 5)
Maka beliau menjawab:
الاستواء معلوم، والكيف مجهول، والإيمان به واجب، والسؤال عنه بدعة
Istiwa’ itu diketahui (maknanya), bagaimana bentuknya tidak diketahui, mengimaninya wajib, dan bertanya tentangnya adalah bid‘ah.
b. Tamtsil (تمثيل)
Adalah menyamakan Allah ﷻ secara bentuk dengan makhluk. Ini adalah syirik yang jelas karena mencabut kemahaagungan Allah ﷻ.
Dalil-Dalil Tambahan
وَلِلَّهِ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ فَٱدْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُواْ ٱلَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِيٓ أَسْمَـٰٓئِهِۦ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
Dan Allah memiliki nama-nama yang terbaik, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama itu, dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dalam (penggunaan) nama-nama-Nya. Mereka akan diberi balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan (QS. Al-A‘rāf: 180)
Hadits Nabi ﷺ:
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَىٰ كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَىٰ ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ، فَيَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ
Rabb kita Tabāraka wa Ta‘ālā turun ke langit dunia setiap malam pada sepertiga malam terakhir, lalu Dia berfirman: Siapa yang berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mengabulkannya.
(HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah رضي الله عنه)
Hadits ini harus diimani sebagaimana datangnya tanpa diserupakan, diselewengkan, ditanyakan bentuknya, atau diingkari.
Penutup
Mengesakan Allah ﷻ dalam nama dan sifat-Nya adalah bagian penting dari tauhid. Syirik dalam Asma wa Sifat, seperti tasybih, ta’thil, takyif, dan tamtsil merupakan penyimpangan dari aqidah Ahlus Sunnah dan jalan para salafus shalih. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memahami dan mengimani sifat-sifat Allah ﷻ sebagaimana yang datang dalam Al-Qur’an dan Sunnah, tanpa tambahan, pengurangan, atau penyelewengan makna.
Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat, B.A., Lc
![]() |
|