Perang Arab-Israel dan Lahirnya Zionisme Modern

Perang 1948: Perang Pembentukan Israel

Setelah Zionis secara sepihak memproklamasikan berdirinya negara “Israel” pada 14 Mei 1948, sejumlah negara Arab — Mesir, Yordania, Suriah, Lebanon, dan Irak — mengumumkan perang terhadap entitas ilegal tersebut. Inilah yang kemudian dikenal sebagai Perang Arab-Israel 1948, atau oleh Zionis disebut Perang Kemerdekaan.

Namun, kenyataannya perang ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pasukan Arab datang tanpa koordinasi strategis yang matang, sedangkan pasukan Zionis sudah terorganisir dengan baik melalui milisi bersenjata seperti Haganah, Irgun, dan Lehi.

Akhir dari perang ini sangat menyakitkan bagi umat Islam:

  • Israel menguasai 78% wilayah Palestina

  • Lebih dari 750.000 rakyat Palestina diusir

  • 531 desa Muslim dihancurkan

  • Yerusalem Barat direbut dan diubah identitasnya

Ini bukan sekadar kekalahan militer, tapi pukulan keras terhadap harga diri dan kehormatan umat Islam.


Perang 1967: Penaklukan Tepi Barat dan Yerusalem Timur

Perang berikutnya terjadi pada bulan Juni 1967, yang dikenal sebagai Perang Enam Hari, antara Israel dan koalisi Mesir, Yordania, dan Suriah. Dalam waktu kurang dari satu minggu, Zionis Israel berhasil menghancurkan kekuatan udara negara-negara Arab dan merebut sejumlah wilayah besar:

  • Yerusalem Timur (termasuk Masjid Al-Aqsha)

  • Tepi Barat

  • Jalur Gaza

  • Dataran Tinggi Golan (Suriah)

  • Semua wilayah Sinai (Mesir)

Yang paling tragis adalah jatuhnya Masjid Al-Aqsha ke tangan Zionis. Mereka langsung mengibarkan bendera Israel di atas Qubbatus Sakhrah, dan hingga kini, Masjid Al-Aqsha masih berada di bawah penjajahan Israel.

Padahal, tempat suci ini disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ

“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjid Al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya…”
(QS. Al-Isra: 1)

Penaklukan ini menjadi pukulan besar kedua terhadap Palestina dan umat Islam. Israel semakin percaya diri, dan proyek Zionisme modern mencapai fase baru — bukan hanya mendirikan negara, tapi menguasai tanah, sejarah, dan tempat suci umat Islam.


Perang 1973: Kejutan Arab yang Tak Bertahan Lama

Pada tanggal 6 Oktober 1973, Mesir dan Suriah meluncurkan serangan mendadak terhadap Israel dalam peristiwa yang dikenal sebagai Perang Yom Kippur (Perang Ramadhan). Serangan ini awalnya sukses:

  • Mesir berhasil menyeberangi Terusan Suez

  • Suriah menekan pasukan Israel di Dataran Tinggi Golan

Namun keberhasilan itu tidak bertahan lama, karena:

  • AS langsung mengirim bantuan militer besar-besaran ke Israel

  • Negara-negara Arab gagal menjaga koordinasi

  • Akhirnya Israel kembali menguasai wilayah-wilayah yang sempat direbut

Meski perang ini membangkitkan kembali semangat perlawanan, namun tidak menghasilkan kemenangan strategis. Justru, beberapa tahun kemudian, Mesir menandatangani perjanjian damai dengan Israel, mengakui keberadaan mereka secara resmi.


Pengkhianatan Negara-Negara Arab terhadap Palestina

Satu fakta menyakitkan dalam sejarah perjuangan Palestina adalah pengkhianatan sebagian besar rezim Arab terhadap tanah suci dan rakyat Palestina. Beberapa bentuk pengkhianatan itu antara lain:

1. Perjanjian Camp David (1978)

Ditandatangani antara Mesir dan Israel, dengan mediasi AS. Presiden Mesir Anwar Sadat secara resmi mengakui Israel sebagai negara sah, dengan imbalan kembalinya Semenanjung Sinai. Ini merupakan pengakuan pertama dari negara Muslim terhadap Israel.

2. Pengakuan Yordania terhadap Israel (1994)

Lewat Perjanjian Wadi Araba, Yordania menjadi negara Arab kedua yang mengakui Israel dan menjalin hubungan diplomatik.

3. Normalisasi Modern: Abraham Accords (2020)

Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko ikut menormalisasi hubungan dengan Israel. Padahal, penjajahan dan kekerasan terhadap Palestina masih terus berlangsung.

4. Diamnya Dunia Islam

Sebagian besar negara-negara Islam tidak sungguh-sungguh membela Palestina, kecuali dalam retorika. Bahkan ada yang menindak aktivis Palestina dan melarang dukungan nyata di wilayahnya sendiri.

Padahal Rasulullah ﷺ telah mengingatkan:

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ، لَا يَخْذُلُهُ، وَلَا يَكْذِبُهُ، وَلَا يَحْقِرُهُ

“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak menelantarkannya, tidak berdusta kepadanya, dan tidak merendahkannya.”
(HR. Muslim no. 2564 – dari Abu Hurairah رضي الله عنه)

Pengkhianatan ini menjadi pelajaran besar bagi umat Islam bahwa solusi bagi Palestina tidak boleh bergantung pada negara-negara sekuler, melainkan harus kembali kepada persatuan umat di atas akidah yang benar dan jihad fi sabilillah.


Kesimpulan

Sejak berdirinya Israel, tiga perang besar telah terjadi antara Arab dan Zionis:

  • Perang 1948: rakyat Palestina terusir, tanah dirampas

  • Perang 1967: Yerusalem dan Al-Aqsha jatuh ke tangan Zionis

  • Perang 1973: meski sempat unggul, akhirnya gagal mengembalikan tanah yang dirampas

Zionisme modern tumbuh di atas kekalahan dan pengkhianatan, bukan hanya oleh musuh, tetapi juga oleh saudara yang berpaling. Namun perjuangan tidak boleh berhenti. Palestina tidak akan bebas kecuali dengan iman, persatuan, dan perjuangan nyata dari umat Islam.

Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat, B.A., Lc

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Scroll to Top
1
Admin Yayasan Amal Mata Hati
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ada yang bisa kami bantu?