Rukun Qardh
Dalam fikih muamalah, qardh memiliki beberapa rukun yang harus terpenuhi agar akadnya sah:
-
Pemberi pinjaman (المُقرِض): Orang yang memberikan harta atau barang untuk dipinjamkan.
-
Penerima pinjaman (المُقتَرِض): Orang yang menerima pinjaman dan berkewajiban mengembalikan barang atau harta sejenisnya.
-
Objek pinjaman (المَقرُوض): Harta atau barang yang dapat dipinjamkan dan akan dikembalikan yang serupa.
-
Akad (العَقد): Sighat ijab dan qabul yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak, baik secara lisan, tulisan, maupun tindakan yang jelas.
Jika salah satu rukun ini tidak terpenuhi, maka akad qardh menjadi tidak sah.
Syarat Sah Qardh
Selain rukun, terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi agar qardh sah menurut syariat:
-
Kejelasan nominal pinjaman
Harta yang dipinjamkan harus jelas jumlah, jenis, dan sifatnya. Misalnya, meminjamkan uang Rp1.000.000 atau 1 ton beras jenis tertentu. -
Kemampuan menyerahkan objek pinjaman
Barang atau harta yang dipinjamkan harus dapat diserahkan saat akad dilakukan. Tidak sah meminjamkan barang yang belum dimiliki. -
Tidak ada syarat yang haram
Qardh tidak boleh disertai syarat yang menguntungkan pemberi pinjaman secara riba, seperti mensyaratkan tambahan atau hadiah tertentu.
Dalil larangan mengambil keuntungan dari qardh berdasarkan hadits dari Fadhalah bin ‘Ubaid رضي الله عنه:
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا
“Setiap pinjaman yang mendatangkan manfaat (bagi pemberi pinjaman) adalah riba.” (HR. Al-Baihaqi, dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani)
Perbedaan Qardh dengan Hibah dan Jual Beli
-
Qardh adalah pinjaman yang wajib dikembalikan dalam bentuk yang serupa tanpa tambahan.
-
Hibah adalah pemberian sukarela yang tidak mengikat penerima untuk mengembalikan.
-
Jual beli adalah akad pertukaran harta dengan imbalan harga yang jelas dan menimbulkan keuntungan bagi penjual.
Qardh bersifat tolong-menolong dan tidak boleh mengandung unsur komersial atau riba.
Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat, B.A., Lc
 |
|
