Mukadimah
Nabi Ibrahim عليه السلام adalah sosok teladan agung dalam keteguhan tauhid dan totalitas pengorbanan. Allah ﷻ memujinya dalam banyak ayat karena kemurnian iman dan ketundukannya terhadap wahyu. Kisah beliau bukan sekadar cerita sejarah, melainkan pelajaran abadi bagi umat Islam tentang bagaimana hidup dalam tauhid yang murni dan pengorbanan yang tulus.
Tauhid Nabi Ibrahim عليه السلام: Memerangi Syirik Sejak Awal
Nabi Ibrahim عليه السلام dikenal sejak muda sebagai penentang kesyirikan yang sangat keras. Beliau dengan tegas menolak penyembahan terhadap bintang, bulan, dan matahari sebagaimana disebutkan dalam firman Allah ﷻ:
فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ ٱلَّيْلُ رَءَا كَوْكَبٗا قَالَ هَٰذَا رَبِّيۖ فَلَمَّآ أَفَلَ قَالَ لَآ أُحِبُّ ٱلۡأَفِلِينَ
“Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang lalu dia berkata, ‘Inilah Tuhanku.’ Tetapi ketika bintang itu tenggelam dia berkata, ‘Aku tidak suka kepada yang tenggelam.’” (Al-An’am: 76)
Perjalanan spiritual Nabi Ibrahim عليه السلام mengajarkan kepada kita bahwa tauhid bukan warisan semata, tetapi pencarian dan keteguhan iman dalam menolak segala bentuk syirik.
Perlawanan terhadap Ayah dan Kaumnya
Salah satu bentuk ujian dalam dakwah beliau adalah saat menasihati ayahnya yang merupakan pembuat patung. Allah ﷻ menceritakan:
إِذۡ قَالَ لِأَبِيهِ يَٰٓأَبَتِ لِمَ تَعۡبُدُ مَا لَا يَسۡمَعُ وَلَا يُبۡصِرُ وَلَا يُغۡنِي عَنكَ شَيۡـٔٗا
“(Ingatlah) ketika ia berkata kepada ayahnya: ‘Wahai ayahku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolongmu sedikit pun?’” (Maryam: 42)
Ini menunjukkan bahwa dakwah tauhid dimulai dari orang-orang terdekat, bahkan jika itu menyakitkan dan menghadapi penolakan keras.
Keteladanan Pengorbanan: Perintah Penyembelihan Isma’il عليه السلام
Puncak ujian keimanan Nabi Ibrahim عليه السلام terjadi saat Allah ﷻ memerintahkan menyembelih anaknya, Isma’il عليه السلام. Tanpa ragu, beliau tunduk pada perintah tersebut:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡيَ قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ
“Maka ketika anak itu sampai pada (umur) sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu!’” (Ash-Shaffat: 102)
Sikap Isma’il عليه السلام yang juga menunjukkan ketundukan luar biasa dibalas oleh Allah ﷻ dengan mengganti sembelihannya dan menetapkan syariat qurban.
Nabi Ibrahim عليه السلام sebagai Teladan Tauhid
Allah ﷻ memuji Nabi Ibrahim عليه السلام sebagai seorang imam bagi umat manusia karena keteguhan tauhidnya:
إِنَّ إِبۡرَٰهِيمَ كَانَ أُمَّةٗ قَانِتٗا لِّلَّهِ حَنِيفٗاۖ وَلَمۡ يَكُ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang musyrik.” (An-Nahl: 120)
Ayat ini menegaskan bahwa keteladanan Nabi Ibrahim عليه السلام berlaku hingga akhir zaman, menjadi panutan bagi orang-orang yang ingin hidup dalam tauhid murni.
Penutup
Sirah Nabi Ibrahim عليه السلام mengajarkan kepada kita dua hal penting: keimanan yang teguh dalam tauhid dan kesiapan untuk berkorban demi menaati perintah Allah ﷻ. Kisah ini relevan sepanjang masa, terutama di bulan Dzulhijjah ketika kaum Muslimin diingatkan kembali akan makna tauhid dan ibadah qurban. Marilah kita jadikan keteladanan Ibrahim عليه السلام sebagai inspirasi dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat, B.A., Lc
![]() |
|