Menahan Amarah dan Memaafkan

Akhlak Agung Para Nabi dan Orang-Orang Shaleh

Pendahuluan

Amarah adalah bagian dari tabiat manusia. Namun, dalam Islam, menahan amarah dan memaafkan adalah bentuk akhlak mulia yang mencerminkan kedewasaan iman dan kemuliaan jiwa. Rasulullah ﷺ dan para nabi lainnya adalah teladan tertinggi dalam kesabaran, pengendalian emosi, serta kelapangan dada dalam memaafkan. Orang yang mampu menahan amarah saat ia bisa melampiaskannya, dan memilih memaafkan, adalah orang yang paling kuat menurut timbangan syariat.


Menahan Amarah dalam Pandangan Islam

1. Menahan Amarah adalah Tanda Kekuatan Sejati

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, Rasulullah ﷺ bersabda:

لَيْسَ ٱلشَّدِيدُ بِٱلصُّرَعَةِ، إِنَّمَا ٱلشَّدِيدُ ٱلَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِندَ ٱلْغَضَبِ

“Orang kuat bukanlah yang pandai bergulat, tetapi orang kuat adalah yang mampu menguasai dirinya ketika marah.”
(HR. Bukhari, no. 6114; Muslim, no. 2609)

2. Allah ﷻ Mencintai Orang yang Menahan Marah

Orang yang mampu menahan amarah mendapatkan kecintaan Allah ﷻ karena ia memilih akhlak di atas nafsu.

وَٱلْكَـٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ

“Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.”
(QS. Ali ‘Imran: 134)


Memaafkan adalah Akhlak Tinggi Para Nabi

1. Rasulullah ﷺ Pemaaf Terbesar di Tengah Ujian Berat

Ketika penduduk Makkah ditaklukkan, Rasulullah ﷺ berkuasa penuh atas mereka. Namun beliau memaafkan dan tidak membalas kejahatan mereka.

Beliau berkata kepada mereka:

ٱذْهَبُوا فَأَنتُمُ ٱلطُّلَقَاءُ

“Pergilah kalian, kalian semua bebas.”
(HR. Al-Baihaqi dalam Dala’il An-Nubuwwah; dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Fiqh Sirah)

Sikap ini adalah puncak kemuliaan dan pemaafan sejati.

2. Nabi Yusuf عليه السلام Memaafkan Saudara-Saudaranya

Saudara-saudara Nabi Yusuf عليه السلام melemparkannya ke sumur, memisahkannya dari ayahnya. Namun saat ia mampu membalas, ia justru berkata:

لَا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ ٱلْيَوْمَ ۖ يَغْفِرُ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَهُوَ أَرْحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ

“Tidak ada cercaan terhadap kalian hari ini, semoga Allah mengampuni kalian. Dia adalah Maha Penyayang dari semua yang penyayang.”
(QS. Yusuf: 92)


Manfaat Menahan Amarah dan Memaafkan

1. Hati Menjadi Tenang dan Tidak Terbebani

Menahan marah dan memaafkan menjadikan hati lapang, tidak tersiksa oleh dendam, dan lebih dekat kepada rahmat Allah ﷻ.

2. Menjadi Sebab Diampuni oleh Allah ﷻ

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَىٰ أَنْ يُنْفِذَهُ، دَعَاهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ رُءُوسِ ٱلْخَلَائِقِ حَتَّىٰ يُخَيِّرَهُ فِي أَيِّ ٱلْحُورِ ٱلْعِينِ شَاءَ

“Barang siapa menahan amarahnya padahal dia mampu melampiaskannya, maka Allah akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat dan mempersilakan dia memilih bidadari mana pun yang dia kehendaki.”
(HR. Abu Dawud, no. 4777; dinilai hasan oleh Al-Albani)


Langkah Praktis Menahan Amarah

  1. Diam ketika marah.

  2. Berwudhu, karena marah berasal dari setan yang diciptakan dari api.

  3. Mengubah posisi, jika sedang berdiri maka duduk, jika duduk maka berbaring.

  4. Mengingat pahala besar dari Allah ﷻ.

  5. Banyak beristighfar dan berdoa memohon kesabaran.


Kesimpulan

Menahan amarah dan memaafkan adalah akhlak luhur yang mencerminkan kematangan iman dan kekuatan jiwa. Ia bukan kelemahan, tetapi kekuatan sejati. Rasulullah ﷺ dan para nabi memberikan contoh nyata bagaimana pemaafan lebih mulia daripada pembalasan. Maka, marilah kita menjadikan sifat ini sebagai bagian dari kepribadian kita, agar layak mendapatkan cinta dan ampunan dari Allah ﷻ.

Semoga Allah ﷻ menjadikan kita hamba-hamba yang lembut, sabar, dan pemaaf, serta menjauhkan kita dari sifat mudah marah dan pendendam. Aamiin 🤲🏻

Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat, B.A., Lc

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Scroll to Top
1
Admin Yayasan Amal Mata Hati
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ada yang bisa kami bantu?