Pendahuluan
Zaid bin Hārithah رضي الله عنه adalah salah satu sahabat yang paling dekat dengan Rasulullah ﷺ. Beliau dikenal sebagai anak angkat Nabi ﷺ sebelum datangnya hukum yang melarang adopsi dengan nasab. Zaid رضي الله عنه merupakan teladan dalam kesetiaan, kecintaan kepada Rasulullah ﷺ, dan keberanian di medan jihad.
Nasab dan Kehidupan Awal
Nama lengkap beliau adalah Zaid bin Hārithah bin Syarāhīl bin Ka‘b bin ‘Abdil ‘Uzza bin Yazīd bin Najdah bin Aslam bin Zaid Al-Kalbī. Beliau berasal dari kabilah Kalb di wilayah Syam.
Pada masa kecil, Zaid رضي الله عنه pernah diculik oleh sekelompok perampok dan dijual sebagai budak di Makkah. Khadījah binti Khuwailid رضي الله عنها membelinya, kemudian menghadiahkannya kepada Rasulullah ﷺ. Nabi ﷺ pun membebaskannya dan memperlakukannya dengan kasih sayang seperti anak sendiri.
Kecintaan dan Kesetiaan kepada Rasulullah ﷺ
Ketika orang tua Zaid datang ke Makkah untuk menebus anaknya, Rasulullah ﷺ memberi pilihan kepadanya: apakah ingin kembali kepada keluarganya atau tetap bersama beliau. Namun Zaid رضي الله عنه dengan tegas memilih Rasulullah ﷺ, seraya berkata:
مَا أَنَا بِالَّذِي أَخْتَارُ عَلَيْكَ أَحَدًا، أَنْتَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ الْأَبِ وَالْعَمِّ
“Aku tidak akan memilih siapa pun di atas engkau. Engkau bagiku seperti ayah dan pamanku.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Sa‘ad dalam At-Thabaqāt)
Mendengar hal itu, Rasulullah ﷺ membawa Zaid ke hadapan kaum Quraisy dan mengumumkan bahwa beliau mengangkatnya sebagai anak angkat. Sejak itu, Zaid dikenal dengan nama Zaid bin Muhammad, hingga Allah ﷻ menurunkan wahyu yang melarang penamaan nasab kepada selain ayah kandung.
Penghapusan Nasab Adopsi dalam Islam
Allah ﷻ menegaskan dalam Al-Qur’an:
ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِندَ اللَّهِ
“Panggillah mereka (anak angkat) dengan nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil di sisi Allah.” (Al-Ahzāb: 5)
Sejak ayat ini turun, Rasulullah ﷺ kembali memanggilnya dengan nama aslinya: Zaid bin Hārithah. Ayat ini juga menunjukkan bahwa kehormatan seseorang tidak bergantung pada nasab, tetapi pada iman dan ketaatan kepada Allah ﷻ.
Kedekatan Zaid رضي الله عنه dengan Rasulullah ﷺ
Zaid رضي الله عنه memiliki hubungan yang sangat istimewa dengan Rasulullah ﷺ. Beliau selalu ikut dalam berbagai peperangan besar dan menjadi salah satu sahabat yang dipercaya untuk memimpin pasukan. Rasulullah ﷺ mencintainya seperti keluarga sendiri.
Dalam hadits dari Usāmah bin Zaid رضي الله عنهما (putra Zaid), disebutkan bahwa ketika orang-orang berkata kepada Rasulullah ﷺ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟ قَالَ: «عَائِشَةُ»، قِيلَ: مِنَ الرِّجَالِ؟ قَالَ: «أَبُوهَا»
“Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling engkau cintai?” Beliau menjawab: Aisyah. Mereka bertanya: Dari kalangan laki-laki? Beliau menjawab: Ayahnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Namun dalam riwayat lain, Rasulullah ﷺ juga bersabda tentang Zaid رضي الله عنه:
هُوَ أَحَبُّ النَّاسِ إِلَيَّ
“Dia adalah orang yang paling aku cintai.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Kedekatan ini menunjukkan betapa besar kasih sayang Rasulullah ﷺ kepada Zaid رضي الله عنه.
Pernikahan dan Kehidupan Keluarga
Rasulullah ﷺ menikahkan Zaid رضي الله عنه dengan Zainab binti Jahsy رضي الله عنها, yang juga merupakan sepupu beliau. Namun pernikahan itu tidak bertahan lama, dan akhirnya mereka berpisah. Setelah itu, Allah ﷻ memerintahkan Rasulullah ﷺ untuk menikahi Zainab رضي الله عنها sebagai bentuk penghapusan tradisi jahiliyah yang menganggap anak angkat sama seperti anak kandung.
Allah ﷻ berfirman:
فَلَمَّا قَضَىٰ زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا
“Maka ketika Zaid telah selesai dari (hubungannya dengan) istrinya, Kami nikahkan engkau dengannya, agar tidak ada keberatan bagi orang-orang mukmin untuk menikahi istri-istri anak angkat mereka apabila anak angkat itu telah menyelesaikan urusannya.” (Al-Ahzāb: 37)
Peristiwa ini menjadi penegasan syariat bahwa anak angkat tidak memiliki kedudukan nasab seperti anak kandung.
Panglima Perang Mu’tah
Zaid bin Hārithah رضي الله عنه adalah panglima pertama dalam Perang Mu’tah, pertempuran besar melawan pasukan Romawi di tahun 8 Hijriah. Rasulullah ﷺ mengangkat tiga pemimpin secara berurutan: Zaid bin Hārithah رضي الله عنه, kemudian Ja‘far bin Abī Thālib رضي الله عنه, lalu Abdullah bin Rawāhah رضي الله عنه jika keduanya gugur.
Ketika perang berkecamuk, Zaid رضي الله عنه memegang bendera Islam dengan gagah berani hingga tubuhnya penuh luka dan akhirnya syahid di medan perang. Setelah itu, Ja‘far رضي الله عنه menggantikan posisinya dan juga gugur.
Rasulullah ﷺ menerima berita syahidnya Zaid رضي الله عنه dengan sangat sedih. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ketika kabar itu sampai kepada beliau, mata Rasulullah ﷺ meneteskan air mata.
Dari Anas bin Malik رضي الله عنه:
أُخْبِرَ النَّبِيُّ ﷺ بِمَقْتَلِ زَيْدٍ وَجَعْفَرٍ وَابْنِ رَوَاحَةَ فَقَعَدَ يُعْرَفُ فِيهِ الْحُزْنُ
“Rasulullah ﷺ diberitahu tentang gugurnya Zaid, Ja‘far, dan Abdullah bin Rawāhah. Wajah beliau pun tampak sedih.” (HR. Al-Bukhari)
Keutamaan dan Teladan dari Zaid رضي الله عنه
-
Sahabat yang dicintai Rasulullah ﷺ – Beliau satu-satunya sahabat yang disebutkan namanya langsung dalam Al-Qur’an.
-
Kesetiaan dan kecintaan yang tulus – Lebih memilih Rasulullah ﷺ daripada keluarganya sendiri.
-
Pemimpin dan mujahid sejati – Gugur syahid sebagai panglima perang.
-
Simbol kebebasan dan kemuliaan – Dari budak menjadi pemimpin pasukan Islam.
Wafat dan Kedudukan di Sisi Allah ﷻ
Zaid bin Hārithah رضي الله عنه gugur sebagai syahid di Perang Mu’tah pada tahun 8 Hijriah. Beliau adalah sahabat pertama yang memimpin pasukan kaum Muslimin melawan kekuatan besar Romawi. Rasulullah ﷺ bersaksi bahwa beliau wafat dalam keadaan mulia dan mendapatkan tempat tinggi di sisi Allah ﷻ.
Allah ﷻ berfirman:
وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَٰكِن لَّا تَشْعُرُونَ
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah bahwa mereka itu mati. Sebenarnya mereka hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (Al-Baqarah: 154)
Penutup
Zaid bin Hārithah رضي الله عنه adalah contoh luar biasa tentang kesetiaan, cinta sejati kepada Rasulullah ﷺ, dan pengorbanan di jalan Allah ﷻ. Dari seorang budak menjadi panglima Islam, kisah hidupnya menjadi pelajaran tentang kemuliaan iman dan ketulusan hati. Semoga Allah ﷻ meridhainya dan menempatkannya di surga tertinggi bersama Rasulullah ﷺ.
Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat, B.A., Lc
![]() |
|


