Sifat Malu: Mahkota Akhlak Seorang Muslim

Hubungan antara Malu dengan Iman dan Ketakwaan

Pendahuluan

Sifat malu adalah akhlak luhur yang menjadi perhiasan dalam diri seorang muslim. Malu dalam Islam bukanlah kelemahan, melainkan cermin ketakwaan, penjaga kehormatan, dan penguat iman. Ia adalah penahan dari perbuatan dosa, pengingat akan pengawasan Allah ﷻ, serta pembangun adab yang mulia. Nabi Muhammad ﷺ menegaskan bahwa malu dan iman adalah dua hal yang tidak terpisahkan—jika salah satunya hilang, maka yang lain pun ikut lenyap.


Makna dan Hakikat Sifat Malu

1. Malu adalah Cermin Iman

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, Rasulullah ﷺ bersabda:

ٱلْحَيَاءُ مِنَ ٱلْإِيمَانِ، وَٱلْإِيمَانُ فِي ٱلْجَنَّةِ، وَٱلْبَذَاءُ مِنَ ٱلْجَفَاءِ، وَٱلْجَفَاءُ فِي ٱلنَّارِ

“Malu adalah bagian dari iman, dan iman itu (tempatnya) di surga. Sedangkan ucapan kotor berasal dari kekerasan hati, dan kekerasan hati tempatnya di neraka.”
(HR. Tirmidzi, no. 2009; dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani)

Sifat malu yang sejati adalah malu karena Allah ﷻ—takut melanggar perintah-Nya dan merasa hina jika melakukan maksiat meskipun dalam kesendirian.


Malu sebagai Penjaga Diri dan Martabat

1. Menjaga dari Dosa dan Aib

Malu mencegah seseorang dari berkata atau berbuat yang hina. Ia menjadi benteng dari keburukan yang dilakukan terang-terangan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَٱصْنَعْ مَا شِئْتَ

“Jika engkau tidak punya rasa malu, maka berbuatlah sesukamu.”
(HR. Bukhari, no. 3483)

Makna hadits ini bukanlah perintah untuk berbuat dosa, melainkan peringatan bahwa hilangnya rasa malu adalah awal dari semua keburukan.

2. Malu adalah Akhlak Para Nabi dan Orang Saleh

Sifat malu dimiliki oleh para nabi, dan menjadi tanda ketinggian akhlak. Nabi Musa عليه السلام digambarkan sebagai pribadi yang sangat pemalu.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri رضي الله عنه, beliau berkata:

كَانَ رَسُولُ ٱللَّهِ ﷺ أَشَدَّ حَيَاءً مِنَ ٱلْعَذْرَاءِ فِي خِدْرِهَا

“Rasulullah ﷺ lebih pemalu daripada gadis perawan yang berada di balik tirai.”
(HR. Bukhari, no. 3562; Muslim, no. 2320)


Hubungan Sifat Malu dengan Ketakwaan

1. Malu Mendorong untuk Menjaga Ketaatan

Seorang yang memiliki rasa malu akan berusaha menjaga amalnya dari riya’, lisannya dari dusta, dan anggota tubuhnya dari maksiat.

2. Malu Membuat Hati Peka Terhadap Pengawasan Allah ﷻ

Malu yang benar adalah yang tumbuh dari rasa pengawasan Allah ﷻ (muraqabah), bukan hanya takut kepada manusia.

Allah ﷻ berfirman:

أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ ٱللَّهَ يَرَىٰ

“Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat?”
(QS. Al-‘Alaq: 14)


Malu yang Terpuji dan yang Tercela

1. Malu yang Terpuji

Yaitu malu untuk bermaksiat, malu melalaikan kewajiban, dan malu melukai orang lain. Ini adalah bagian dari ketakwaan dan iman.

2. Malu yang Tercela

Yaitu malu dalam menyampaikan kebenaran, malu menuntut ilmu, atau malu menjalankan kebaikan. Ini adalah malu yang berasal dari kelemahan jiwa, bukan bagian dari akhlak terpuji.


Kesimpulan

Sifat malu adalah mahkota akhlak seorang muslim. Ia menjaga kehormatan, memperhalus budi pekerti, dan menjadi tameng dari segala bentuk maksiat. Malu yang dilandasi oleh keimanan adalah penjaga amal dan pengawal takwa. Maka, peliharalah rasa malu dalam diri, karena dengannya seseorang akan dekat dengan surga dan jauh dari kebinasaan.

Semoga Allah ﷻ menanamkan dalam hati kita rasa malu yang hakiki, malu kepada-Nya, malu kepada makhluk, dan malu kepada diri sendiri atas segala kekurangan. Aamiin 🤲🏻

Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat, B.A., Lc

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Scroll to Top
1
Admin Yayasan Amal Mata Hati
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ada yang bisa kami bantu?