Pengantar
Istighatsah adalah meminta pertolongan di saat genting dan penuh kesulitan. Dalam Islam, istighatsah termasuk bentuk ibadah yang sangat agung, karena ia menandakan ketundukan, harapan, dan pengakuan kelemahan seorang hamba di hadapan Rabb-nya. Namun, ketika istighatsah dilakukan kepada selain Allah ﷻ—seperti kepada Nabi ﷺ setelah wafat, wali, atau penghuni kubur—maka ia telah berubah menjadi bentuk kesyirikan terselubung yang membatalkan tauhid. Artikel ini akan membahas hakikat istighatsah, jenis-jenisnya, dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah, serta bahaya penyimpangannya terhadap keimanan.
Definisi Istighatsah
Secara bahasa, istighatsah (الاستغاثة) berasal dari kata ghauts (الغوث) yang berarti pertolongan. Istighatsah adalah permintaan pertolongan yang sangat mendesak untuk menghilangkan suatu kesusahan.
Secara istilah, istighatsah adalah meminta pertolongan dalam keadaan genting, dan dalam konteks ibadah, hanya boleh ditujukan kepada Allah ﷻ semata.
Allah ﷻ berfirman:
إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَٱسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّى مُمِدُّكُم
Ingatlah ketika kalian memohon pertolongan kepada Rabb kalian, lalu Dia mengabulkan permintaan kalian: “Sesungguhnya Aku akan menolong kalian…” (QS. Al-Anfāl: 9)
Ayat ini menjadi dalil bahwa istighatsah hanyalah kepada Allah ﷻ.
Jenis-Jenis Istighatsah
1. Istighatsah yang Diperbolehkan
Yaitu meminta pertolongan kepada Allah ﷻ dalam hal-hal yang hanya mampu dilakukan oleh-Nya, seperti:
-
Kesembuhan dari penyakit
-
Menang dari musuh
-
Hujan saat kekeringan
Termasuk juga meminta tolong kepada sesama makhluk dalam perkara yang mereka mampu secara fisik, seperti meminta diangkatkan beban berat atau ditolong saat jatuh, selama tidak disertai keyakinan ghaib atau kemuliaan khusus.
2. Istighatsah yang Menyimpang
Yaitu istighatsah kepada selain Allah ﷻ dalam perkara yang hanya mampu dilakukan oleh Allah, seperti:
-
Menyembuhkan penyakit dengan bantuan wali yang sudah wafat
-
Meminta hujan kepada Nabi ﷺ setelah wafat
-
Memohon rezeki, jodoh, atau keselamatan kepada penghuni kubur
Padahal Allah ﷻ berfirman:
وَأَنَّ ٱلْمَسَـٰجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا۟ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدًۭا
Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, maka janganlah kalian menyeru siapa pun bersama Allah (QS. Al-Jinn: 18)
Contoh Penyimpangan Istighatsah
-
Mengucapkan: “Ya Rasulullah, tolong aku!” ketika dalam kesulitan, padahal Rasulullah ﷺ telah wafat.
-
Beristighatsah kepada wali seperti: “Ya Syekh Abdul Qadir Jailani, bantu aku!”
-
Membaca lafaz-lafaz istighatsah yang mengandung kesyirikan atau pengkultusan, terutama di majelis-majelis dzikir tertentu.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَن مَاتَ وَهُوَ يَدْعُو مِن دُونِ اللَّهِ نِدًّا دَخَلَ النَّارَ
Barang siapa meninggal dunia dalam keadaan menyeru tandingan selain Allah, maka ia akan masuk neraka (HR. Bukhārī, dari sahabat ‘Abdullāh bin Mas‘ūd رضي الله عنه)
Sikap Ahlus Sunnah terhadap Istighatsah
Ahlus Sunnah wal Jama‘ah menegaskan bahwa istighatsah adalah ibadah, sehingga harus memenuhi syarat ibadah yaitu ikhlas hanya untuk Allah ﷻ. Mereka mengingkari segala bentuk istighatsah kepada makhluk dalam perkara ghaib, dan membimbing umat agar kembali kepada tauhid murni.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله berkata:
الاستغاثة بغير الله فيما لا يقدر عليه إلا الله شرك أكبر
Istighatsah kepada selain Allah dalam hal yang hanya mampu dilakukan oleh Allah adalah syirik akbar.
Penutup
Istighatsah merupakan bentuk ibadah yang hanya boleh ditujukan kepada Allah ﷻ. Ketika dilakukan kepada selain-Nya dalam perkara yang ghaib dan tidak mampu dijangkau oleh makhluk, maka ia telah berubah menjadi kesyirikan yang membatalkan tauhid. Karena itu, penting bagi umat Islam untuk memahami dan memurnikan doa-doanya, agar tidak terjerumus dalam bentuk kesyirikan terselubung. Mari kita jaga keikhlasan ibadah, dan hanya menggantungkan pertolongan kepada Allah ﷻ semata.
Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat, B.A., Lc
![]() |
|