Fiqih Jual Beli Online

Pendahuluan

Perkembangan teknologi digital telah mengubah cara manusia bertransaksi. Jual beli tidak lagi terbatas pada pasar fisik, tetapi meluas melalui marketplace, social commerce, aplikasi e-commerce, dan platform digital lainnya. Islam tidak menolak perkembangan ini, namun memberikan panduan agar transaksi online tetap halal, adil, dan bebas dari penipuan. Artikel ini membahas fiqih jual beli online berdasarkan dalil-dalil syar’i serta prinsip muamalah yang relevan untuk kehidupan modern.


Landasan Syariat Jual Beli Online

Allah ﷻ menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba sebagai fondasi utama transaksi.

Allah ﷻ berfirman:

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah: 275)

Jual beli online masuk dalam kategori jual beli yang dibolehkan selama memenuhi syarat dan rukun akad yang benar serta bebas dari unsur haram.


Prinsip-Prinsip Fiqih Jual Beli Online

1. Kerelaan dari Kedua Belah Pihak

Jual beli online tetap mengharuskan adanya kerelaan (tarāḍin) antara penjual dan pembeli.

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ

“Sesungguhnya jual beli itu harus berdasarkan kerelaan.” (HR. Ibn Mājah; shahih menurut Al-Albani)

Dalam transaksi online, kerelaan terjadi ketika pembeli secara sadar menekan tombol “checkout” dan menyetujui harga serta deskripsi produk.


2. Kejelasan Barang (Transparansi Informasi)

Transaksi online rentan terhadap gharar (ketidakjelasan) karena pembeli tidak melihat barang secara langsung. Karena itu, deskripsi harus jelas dan jujur.

Termasuk gharar yang dilarang:
— foto yang tidak sesuai barang asli,
— tidak menjelaskan ukuran, bahan, atau kondisi barang,
— menyembunyikan cacat produk.

Rasulullah ﷺ melarang transaksi yang mengandung gharar.


3. Larangan Menipu dan Memalsukan

Penipuan dalam jual beli online adalah dosa besar.

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنَّا

“Barang siapa menipu maka ia bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim, dari Abu Hurairah رضي الله عنه)

Contoh penipuan online:
— review palsu,
— diskon palsu,
— mempromosikan barang KW sebagai original,
— memanipulasi ongkos kirim,
— memalsukan resi pengiriman.


4. Akad Jual Beli yang Sah

Dalam fiqih, transaksi online masuk dalam kategori:

a. Jual beli biasa (al-bay’)

Pembeli membayar, penjual mengirim barang.

b. Salam

Pembeli membayar di awal, barang dikirim belakangan.

c. Istishna’

Pesanan barang yang dibuat khusus (custom order).

Akad harus jelas: jenis barang, jumlah, harga, waktu pengiriman, dan ketentuan retur.


5. Harga Harus Jelas dan Tidak Mengandung Unsur Zalim

Harga tidak boleh samar atau berubah sepihak. Semua biaya tambahan harus dijelaskan sebelum pembayaran.

Allah ﷻ berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ

“Wahai orang-orang beriman, janganlah kalian memakan harta sesama kalian dengan cara yang batil.” (An-Nisā’: 29)

Termasuk transaksi batil:
— biaya tersembunyi,
— kenaikan harga tanpa pemberitahuan,
— penipuan ongkos kirim.


6. Larangan Riba dalam Fitur Pembayaran

Jual beli online sering menggunakan metode seperti paylater, kartu kredit, dan cicilan berbunga. Semua bentuk riba hukumnya haram.

Allah ﷻ berfirman:

يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.” (Al-Baqarah: 276)

Fasilitas cicilan boleh digunakan jika:
tanpa bunga,
— biaya administrasi flat bukan persen,
— tidak ada penalti keterlambatan.


7. Hak Khiyar (Retur / Komplain)

Dalam jual beli online, pembeli berhak mengajukan komplain atau retur apabila barang tidak sesuai.

Rasulullah ﷺ bersabda:

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا

“Penjual dan pembeli memiliki hak memilih selama mereka belum berpisah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim, dari Abdullah bin Umar رضي الله عنهما)

Dalam konteks online, hak ini diterapkan melalui fitur:
— komplain,
— refund,
— retur barang,
— garansi produk.


8. Tidak Boleh Merugikan Salah Satu Pihak

Kaedah besar fiqih muamalah:

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ

“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain.” (HR. Ibn Mājah; shahih menurut Al-Albani)

Contoh pelanggaran:
— pembeli membatalkan pesanan setelah barang diproses tanpa alasan,
— penjual mengirim barang abal-abal,
— marketplace menahan saldo terlalu lama tanpa alasan syar’i.


Contoh Penerapan Fiqih Jual Beli Online

1. Marketplace

— Gunakan foto asli.
— Deskripsi jujur dan lengkap.
— Harga jelas dan transparan.
— Patuhi aturan retur.

2. Social Commerce (WA, Instagram, TikTok Shop)

— Hindari testimoni palsu.
— Tidak memaksa pembeli dengan teknik manipulatif.
— Sampaikan kondisi barang apa adanya.

3. Pre-order dan Dropship

Diperbolehkan dengan syarat:
— akad jelas,
— barang dijelaskan,
— ada izin pemilik barang (untuk dropship).

4. COD

Pembeli boleh menolak jika barang tidak sesuai.

5. Penjualan Digital Product

Wajib jelas:
— jenis produk,
— lisensi,
— cara penggunaan.


Kesimpulan

Fiqih jual beli online menuntut kejujuran, transparansi, kejelasan akad, dan tidak adanya unsur penipuan atau riba. Teknologi tidak mengubah hukum muamalah; yang berubah hanya sarana. Selama transaksi mengikuti prinsip syariat—jual beli online halal, sah, dan membawa keberkahan.

Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat, B.A., Lc

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Scroll to Top