Pendahuluan
Abū Dzar Al-Ghifārī رضي الله عنه adalah sahabat Rasulullah ﷺ yang dikenal dengan kezuhudan, keberanian dalam menyampaikan kebenaran, dan keteguhan dalam memegang prinsip. Beliau merupakan salah satu sahabat yang pertama masuk Islam dan dikenal karena kejujuran dan ketulusannya dalam beriman kepada Allah ﷻ.
Asal-Usul dan Masuk Islam
Nama lengkap beliau adalah Jundub bin Junādah Al-Ghifārī رضي الله عنه, berasal dari kabilah Ghifār, suku yang dikenal sebagai perampok di masa jahiliah. Namun, Abū Dzar رضي الله عنه memiliki hati yang suci dan benci terhadap penyembahan berhala bahkan sebelum mengenal Islam.
Ketika mendengar kabar tentang munculnya seorang Nabi di Makkah, ia segera pergi untuk mencari kebenaran itu. Setelah beberapa hari mencari, akhirnya ia bertemu dengan Rasulullah ﷺ dan langsung menyatakan keislamannya.
Dalam riwayat dari Ibnu ‘Abbās رضي الله عنهما disebutkan:
قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: مَا أَظَلَّتِ الْخَضْرَاءُ، وَلَا أَقَلَّتِ الْغَبْرَاءُ عَلَى ذِي لَهْجَةٍ أَصْدَقَ مِنْ أَبِي ذَرٍّ
“Langit tidak pernah menaungi, dan bumi tidak pernah menampung seorang yang lebih jujur lisannya daripada Abū Dzar.” (HR. At-Tirmidzi, hasan menurut Al-Albani)
Dakwah dan Keberaniannya
Abū Dzar رضي الله عنه dikenal sebagai sosok pemberani yang tidak takut dalam menyampaikan kebenaran, bahkan di hadapan para penguasa Quraisy. Ketika Rasulullah ﷺ masih berdakwah secara sembunyi-sembunyi, beliau termasuk sahabat yang menampakkan keislamannya secara terbuka di Masjidil Haram, hingga diserang oleh kaum Quraisy.
Namun, hal itu tidak mengurungkan niatnya untuk terus menyeru kepada tauhid dan menegakkan keadilan. Rasulullah ﷺ mengagumi keberaniannya dan menyebutnya sebagai salah satu sahabat yang paling jujur dalam imannya.
Kehidupan Zuhud dan Kesederhanaan
Abū Dzar رضي الله عنه terkenal dengan gaya hidupnya yang sangat sederhana. Ia tidak tertarik dengan dunia dan harta.
Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya:
يَا أَبَا ذَرٍّ، إِنِّي أَرَاكَ ضَعِيفًا، وَإِنِّي أُحِبُّ لَكَ مَا أُحِبُّ لِنَفْسِي، لَا تَأَمَّرَنَّ عَلَى اثْنَيْنِ، وَلَا تَوَلَّيَنَّ مَالَ يَتِيمٍ
“Wahai Abū Dzar, aku melihatmu lemah (dalam urusan dunia), dan aku mencintaimu sebagaimana aku mencintai diriku. Maka janganlah engkau menjadi pemimpin atas dua orang, dan jangan engkau mengurus harta anak yatim.” (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ mengetahui karakter Abū Dzar رضي الله عنه yang lembut dan tidak cocok untuk mengurusi urusan duniawi atau kekuasaan.
Beliau lebih memilih hidup miskin di jalan Allah ﷻ daripada kaya di dunia yang fana. Pernah suatu ketika, ada orang yang ingin memberinya hadiah, tetapi beliau berkata, “Aku lebih suka lapar di dunia dan kenyang di akhirat.”
Nasihat dan Keteguhan dalam Kebenaran
Abū Dzar رضي الله عنه sering memberikan nasihat kepada umat Islam agar tidak tertipu oleh harta dan kedudukan. Ia berkata:
“Aku heran terhadap orang yang memiliki rumah megah, namun akan meninggalkannya untuk kubur yang sempit.”
Beliau juga terkenal menentang penimbunan harta oleh sebagian pejabat di masa kekhalifahan, karena khawatir umat akan terlena dengan dunia. Meski pandangannya keras, niatnya selalu tulus untuk menegakkan keadilan.
Wafatnya Abū Dzar رضي الله عنه
Menjelang akhir hayatnya, Abū Dzar رضي الله عنه hidup menyendiri di daerah Rabadzah, sebuah tempat yang jauh dari keramaian. Ia wafat pada tahun 32 H, di masa kekhalifahan ‘Utsmān bin ‘Affān رضي الله عنه.
Sebelum wafat, ia berpesan kepada istrinya:
“Letakkan jenazahku di jalan, dan jika ada kaum Muslimin lewat, mintalah mereka menguburkanku.”
Dan benar, sekelompok Muslim yang lewat, di antara mereka adalah ‘Abdullāh bin Mas‘ūd رضي الله عنه, segera menghentikan perjalanannya dan menguburkannya dengan penuh hormat.
Teladan dari Abū Dzar Al-Ghifārī رضي الله عنه
-
Kejujuran dan ketegasan dalam kebenaran.
-
Zuhud terhadap dunia dan cinta terhadap akhirat.
-
Keberanian dalam menegakkan keadilan.
-
Keteguhan iman meski hidup dalam kesendirian.
Rasulullah ﷺ bersabda tentangnya:
رَحِمَ اللَّهُ أَبَا ذَرٍّ، يَمْشِي وَحْدَهُ، وَيَمُوتُ وَحْدَهُ، وَيُبْعَثُ وَحْدَهُ
“Semoga Allah merahmati Abū Dzar, ia berjalan sendirian, meninggal sendirian, dan akan dibangkitkan sendirian.” (HR. Ibnu Mājah, hasan menurut Al-Albani)
Hadits ini menggambarkan kehidupan Abū Dzar رضي الله عنه yang penuh kesendirian dalam kezuhudan, namun dimuliakan oleh Allah ﷻ.
Penutup
Abū Dzar Al-Ghifārī رضي الله عنه adalah simbol ketulusan, kejujuran, dan keberanian dalam menegakkan kebenaran. Ia meninggalkan teladan agung tentang bagaimana seorang Muslim seharusnya hidup — bukan mengejar dunia, tetapi mencari ridha Allah ﷻ.
Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat, B.A., Lc
![]() |
|



