Pendahuluan
Abū Dardā’ رضي الله عنه adalah salah satu sahabat Rasulullah ﷺ yang dikenal sebagai ahli hikmah, ahli ibadah, dan ahli ilmu. Beliau merupakan sahabat yang sangat mencintai Al-Qur’an, mengajarkan umat untuk mencintai ilmu, dan menjadi rujukan dalam nasihat-nasihat yang menenangkan hati.
Identitas dan Latar Belakang
Nama lengkap beliau adalah ‘Uwaymir bin Zayd Al-Anṣārī رضي الله عنه, termasuk dari kalangan Anṣār, suku Khazraj di Madinah. Beliau masuk Islam setelah Perang Badar, namun keislamannya sangat kuat dan kontribusinya besar dalam pendidikan umat.
Beliau dikenal sebagai hakim, mufti, dan guru Al-Qur’an pada masa Rasulullah ﷺ dan khalifah setelahnya.
Keutamaan Abū Dardā’ رضي الله عنه
Abū Dardā’ رضي الله عنه adalah sahabat yang sangat mencintai ilmu dan mengajarkan manusia untuk mencari ilmu.
Diriwayatkan oleh Muslim bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, dari Abū Dardā’ رضي الله عنه)
Hadits ini menjadi prinsip agung mengenai keutamaan ilmu, dan Abū Dardā’ رضي الله عنه menjadi salah satu sahabat yang paling semangat mengamalkannya.
Ibadah dan Zuhudnya
Beliau adalah sosok yang sangat zuhud dan tidak tertarik pada dunia. Ia memandang dunia sebagai ujian yang harus dilalui dengan hati yang terikat pada akhirat.
Di antara nasihatnya yang masyhur:
“Cukuplah seseorang disebut berilmu ketika ia takut kepada Allah. Dan cukuplah seseorang disebut jahil ketika ia kagum kepada dirinya sendiri.”
Ia juga berkata:
“Dunia ini adalah tempat persinggahan sementara. Maka jadilah engkau sebagai orang asing atau pejalan yang singgah sebentar.”
Kedekatan dengan Al-Qur’an
Abū Dardā’ رضي الله عنه terkenal sebagai guru Al-Qur’an di kota Damaskus setelah masa Rasulullah ﷺ. Ia mendirikan halaqah-halaqah besar di masjid, mengajarkan qira’ah dan tafsir kepada ribuan umat.
Ia berkata:
“Tidak ada amalan yang lebih aku cintai untuk memperbaiki diri dan umat ini kecuali membaca Al-Qur’an dan mengajarkannya.”
Ini menunjukkan perhatiannya yang besar terhadap pendidikan umat melalui Al-Qur’an.
Perannya dalam Dakwah dan Kepemimpinan
Ketika kaum Muslimin menaklukkan Syam, Abū Dardā’ رضي الله عنه diangkat sebagai qāḍi (hakim) dan guru besar di Damaskus. Ia memimpin masyarakat dengan ilmu, kesederhanaan, dan hikmah.
Ia dikenal tidak suka kemewahan, sehingga ketika ditawari rumah megah, ia menolak dan berkata:
“Aku tidak butuh rumah yang membuatku lupa dari akhirat.”
Beliau lebih memilih hidup sederhana sambil terus mengajar ilmu.
Hadits-Hadits Penting yang Diriwayatkannya
Abū Dardā’ رضي الله عنه adalah perawi banyak hadits penting.
Salah satunya adalah hadits tentang kekuatan dzikir:
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ، وَأَزْكَاها عِنْدَ مَلِيكِكُمْ، وَأَرْفَعِها فِي دَرَجَاتِكُمْ، وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ … ذِكْرُ اللَّهِ
“Maukah aku kabarkan kepada kalian amalan terbaik, paling suci di sisi Raja kalian, paling tinggi derajatnya, lebih baik dari memberi emas dan perak? … Dzikir kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi, shahih menurut Al-Albani dari Abū Dardā’ رضي الله عنه)
Hadits ini menjadi dasar keutamaan dzikir yang terus diamalkan kaum Muslimin.
Wafatnya Abū Dardā’ رضي الله عنه
Beliau wafat pada tahun 32 H di kota Damaskus, dalam keadaan terus mengajar Al-Qur’an hingga akhir hayat. Masyarakat Syam sangat kehilangan seorang ulama besar yang penuh hikmah dan kelembutan.
Teladan dari Abū Dardā’ رضي الله عنه
-
Cinta dan perhatian besar pada ilmu.
-
Zuhud dari dunia dan fokus pada akhirat.
-
Hikmah dalam nasihat dan dakwah.
-
Keutamaan dzikir dan keikhlasan dalam ibadah.
-
Kesabaran dalam mengajar dan membimbing umat.
Penutup
Abū Dardā’ رضي الله عنه adalah teladan bagi umat Islam dalam hal ilmu, ibadah, dan hikmah. Ia mengajarkan manusia bahwa kekuatan seorang Muslim bukan pada hartanya, tetapi pada ketakwaannya, ilmunya, dan kecintaan kepada Al-Qur’an.
Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat, B.A., Lc
![]() |
|

