Salman Al-Fārisi رضي الله عنه

Pendahuluan

Salman Al-Fārisi رضي الله عنه adalah salah satu sahabat mulia yang memiliki kisah perjalanan iman luar biasa. Ia berasal dari Persia, menempuh perjalanan panjang mencari kebenaran hingga akhirnya Allah ﷻ mempertemukannya dengan Rasulullah ﷺ di Madinah. Kisah hidupnya menggambarkan pencarian tulus akan hidayah dan keteguhan iman yang mengagumkan.

Asal Usul dan Pencarian Kebenaran

Nama lengkap beliau adalah Salman bin Islam Al-Fārisi, berasal dari Isfahan, wilayah Persia (Iran sekarang). Sejak kecil, ia dibesarkan dalam keluarga Majusi yang menyembah api. Ayahnya adalah pendeta besar dalam agama Majusi dan sangat mencintainya.

Namun, Salman رضي الله عنه mulai meragukan keyakinan kaumnya ketika melihat sekumpulan kaum Nasrani beribadah dengan penuh ketenangan dan kekhusyukan. Ia pun meninggalkan rumah demi mencari kebenaran, berpindah dari satu negeri ke negeri lain, mengikuti para rahib dan pendeta yang saleh.

Setiap gurunya berpesan agar ia meneruskan perjalanan menuju orang saleh berikutnya hingga akhirnya pendeta terakhir berkata kepadanya:
“Telah tiba masanya di mana akan diutus seorang Nabi yang membawa agama Ibrahim. Pergilah ke tanah Arab, di sana akan muncul Nabi terakhir itu.”

Pertemuan dengan Rasulullah ﷺ

Salman رضي الله عنه kemudian pergi ke Jazirah Arab, namun dalam perjalanannya ia ditipu dan dijual sebagai budak oleh sekelompok orang Yahudi di Madinah. Ketika Rasulullah ﷺ tiba di Madinah, ia mendengar kabar tersebut dan segera mencari tahu apakah beliau adalah Nabi yang dijanjikan.

Salman رضي الله عنه menguji Rasulullah ﷺ dengan tiga tanda yang ia ketahui dari para rahib sebelumnya:

  1. Beliau menerima hadiah tetapi tidak memakan sedekah.

  2. Di antara kedua pundaknya terdapat tanda kenabian.

  3. Beliau menyeru kepada tauhid dan akhlak mulia.

Ketika semua tanda itu terbukti, Salman pun memeluk Islam dan menjadi salah satu sahabat dekat Rasulullah ﷺ.

Keutamaan Salman Al-Fārisi رضي الله عنه

Rasulullah ﷺ sangat mencintainya dan memujinya karena keteguhan dan kecintaannya terhadap Islam. Dalam hadits shahih disebutkan:

سَلْمَانُ مِنَّا أَهْلَ الْبَيْتِ

“Salman adalah bagian dari keluargaku (Ahlul Bait).” (HR. Ibnu Majah, dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani)

Ucapan ini merupakan penghormatan besar dari Rasulullah ﷺ terhadap keimanan dan ketulusan Salman رضي الله عنه.

Peran Besar dalam Perang Khandaq

Salah satu jasa terbesar Salman رضي الله عنه adalah usul strateginya dalam Perang Khandaq (Perang Parit). Ketika kaum Muslimin menghadapi ancaman besar dari pasukan gabungan Quraisy dan sekutunya, Salman mengusulkan taktik menggali parit di sekitar Madinah untuk mempertahankan kota.

Rasulullah ﷺ menerima usulan itu, dan strategi tersebut menjadi sebab utama kemenangan kaum Muslimin. Karena ide inilah, kaum Muhajirin dan Anshar sempat berselisih ingin mengklaim Salman ke kelompok mereka, hingga Rasulullah ﷺ bersabda:

سَلْمَانُ مِنَّا أَهْلَ الْبَيْتِ

“Salman adalah bagian dari keluargaku.”

Ucapan ini menghapus perbedaan di antara mereka dan menunjukkan kemuliaan Salman رضي الله عنه di sisi Nabi ﷺ.

Sifat dan Akhlaknya

Salman Al-Fārisi رضي الله عنه dikenal dengan zuhud dan kesederhanaannya. Meski sempat menjadi gubernur di masa Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththāb رضي الله عنه, beliau hidup dalam kesahajaan.

Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa ketika seseorang datang kepadanya dan melihat rumahnya hanya berisi tikar, wadah air, dan bejana, orang itu bertanya, “Mengapa engkau tidak melengkapi rumahmu seperti orang lain?” Salman menjawab:
“Sesungguhnya aku hanyalah seorang musafir, dan rumah ini hanyalah tempat singgah sementara.”

Ia juga sangat takut terhadap kemewahan dunia dan senantiasa mengingat akhirat.

Ilmu dan Keteguhan Iman

Salman رضي الله عنه dikenal sebagai sosok yang cerdas dan berilmu luas. Ia memahami bahasa Persia, Romawi, dan Arab, serta mengenal berbagai agama sebelum Islam. Karena itu, Rasulullah ﷺ sering berdialog dengannya mengenai umat terdahulu.

Dalam sebuah atsar disebutkan bahwa Salman berkata:
“Dunia ini hanyalah seperti bayangan yang berlalu, ambillah darinya secukupnya untuk perjalananmu menuju akhirat.”

Wafatnya Salman Al-Fārisi رضي الله عنه

Beliau wafat pada masa kekhalifahan ‘Utsmān bin ‘Affān رضي الله عنه, sekitar tahun 35 Hijriah di kota Al-Mada’in (Irak). Sebelum wafat, beliau menangis dan berkata:
“Rasulullah ﷺ berpesan agar bekalku di dunia tidak melebihi bekal seorang musafir, dan kini aku takut telah melampauinya.”

Jenazah beliau dishalatkan oleh kaum Muslimin, dan namanya dikenang sepanjang masa sebagai simbol keimanan, kecerdasan, dan ketulusan mencari kebenaran.

Pelajaran dari Kehidupan Salman Al-Fārisi رضي الله عنه

  1. Ketulusan mencari kebenaran akan mengantarkan seseorang kepada hidayah Allah ﷻ.

  2. Ilmu dan keyakinan menjadi cahaya bagi hati yang tulus.

  3. Kesederhanaan dan zuhud adalah ciri keimanan yang mendalam.

  4. Berkhidmat kepada Islam dengan kemampuan yang dimiliki, seperti strategi Salman dalam Perang Khandaq.

  5. Tidak membeda-bedakan asal dan suku, karena kemuliaan seseorang di sisi Allah ﷻ adalah dengan takwanya.

Allah ﷻ berfirman:

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ (الحجرات: 13)

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.”

Ayat ini benar-benar tercermin dalam pribadi Salman رضي الله عنه, seorang mantan budak dari Persia yang dimuliakan menjadi bagian dari keluarga Nabi ﷺ.

Penutup

Salman Al-Fārisi رضي الله عنه adalah sosok teladan pencari kebenaran sejati. Ia meninggalkan kemewahan dunia demi mencari hidayah hingga Allah ﷻ memberinya kemuliaan di sisi Rasulullah ﷺ. Kisahnya menjadi pelajaran bahwa iman tidak mengenal batas bangsa dan warna kulit, tetapi hanya bergantung pada ketulusan hati.

Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat, B.A., Lc

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Scroll to Top