Asyura dalam Pandangan Islam
Asyura, hari kesepuluh di bulan Muharram, adalah hari yang dimuliakan dalam Islam. Ia menjadi momen sejarah yang sarat makna, khususnya terkait keselamatan Nabi Musa عليه السلام dan Bani Israil. Rasulullah ﷺ mengajarkan kepada umatnya untuk berpuasa di hari Asyura sebagai bentuk ibadah dan syukur kepada Allah ﷻ.
Namun, sebagian kelompok menyimpangkan makna mulia ini dengan ritual-ritual bid’ah dan syirik yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah ﷺ. Khususnya kelompok Syi’ah yang menjadikan Asyura sebagai hari ratapan, luka-luka, dan pertunjukan darah, yang semuanya bertentangan dengan ajaran Islam.
Larangan Tasyabbuh: Menyerupai Kelompok Menyimpang
Tasyabbuh berarti menyerupai atau meniru gaya hidup, simbol, atau amalan kelompok lain yang menyimpang. Dalam Islam, larangan tasyabbuh ditegaskan secara syar’i.
Rasulullah ﷺ bersabda dari sahabat Abdullah bin Umar رضي الله عنهما:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud, dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Irwā’ al-Ghalīl no. 1269)
Imam al-Tirmidzi رحمه الله menjelaskan bahwa hadits ini menunjukkan haramnya meniru kelompok yang menyimpang dari Islam, baik dalam akidah, ibadah, maupun kebiasaan-kebiasaan mereka.
Ritual Syi’ah di Hari Asyura: Antara Syirik dan Bid’ah
Kelompok Syi’ah menjadikan hari Asyura sebagai hari berkabung atas kematian Husain bin Ali رضي الله عنه di Karbala. Dalam ritualnya, mereka melakukan:
-
Memukul dada dan tubuh hingga berdarah
-
Menyiksa diri sebagai bentuk “penyesalan”
-
Meratap dan menangis berlebihan
-
Menyebarkan kisah-kisah palsu penuh kedustaan tentang sahabat Nabi ﷺ
Amalan-amalan ini bertentangan dengan ajaran Rasulullah ﷺ yang melarang sikap berlebihan dalam kesedihan. Nabi ﷺ bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُودَ، وَشَقَّ الْجُيُوبَ، وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ
“Bukan termasuk golongan kami orang yang menampar pipi, merobek pakaian, dan berseru-seru dengan seruan jahiliyah.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud رضي الله عنه)
Sikap Seorang Muslim terhadap Asyura
-
Mengikuti Sunnah Rasulullah ﷺ dengan berpuasa dan memperbanyak amal shalih.
-
Tidak ikut dalam perayaan, ratapan, atau aksi berdarah yang dilakukan Syi’ah.
-
Menjaga aqidah dan ibadah dari tasyabbuh yang membahayakan iman.
-
Meluruskan pemahaman masyarakat bahwa Islam tidak pernah mengajarkan menyiksa diri sebagai bentuk ibadah.
Allah ﷻ berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban (Al-Isrā’: 36)
Penutup
Meninggalkan tasyabbuh bukan hanya soal menjaga identitas, tapi juga menjaga aqidah dan jalan keselamatan. Asyura bukanlah hari ratapan, melainkan hari ibadah. Kita sebagai Ahlus Sunnah harus teguh di atas ilmu dan sunnah Nabi ﷺ, serta menjauh dari segala bentuk penyesatan.
Penulis : Ustadz Kurnia Lirahmat, B.A., Lc
![]() |
|